Rabu, 10 Oktober 2012

PROPOSAL PENGARUH POLITIK, DESENTRALISASI DAN KEARIFAN LOKAL.



PROPOSAL
PENGARUH POLITIK, DESENTRALISASI DAN KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) TERHADAP PROSES  PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KEBIJAKAN PEMERITAH DAERAH BIMA NUSA TENGGARA BARAT

 Di ajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
Bahasa Indonesia Ilmiah

Dosen Pembimbing:
Nur Anisa Ikawati, M.Pd

                                                              
           
Oleh:
HAERIL
201110050311032




JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MALANG
 2012
BAB 1
PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
            Indonesia adalah Negara yang kaya akan budaya (tradisi). Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal.  Kebudayaan di artikan sebagai  “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Soerjono Soekanto (1990), mengatakan dengan budaya (tradisi) yang dimilikinya masyarakat dapat mewujudkan segala kaidah-kaidah, norma-norma dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya dan kebijakan di pemerintahan khususnya.
          Kemudian nilai-nilai tradisi lokal tersebut di adaptasi dalam konstitusi nasional, itu terbukti ketika adanya aturan mengenai desentralisasi yang memberikan kewenangan lebih kepada pemerintah daerah untuk mengatur pemerintahannya sendiri, termasuk mengembangkan nilai-nilai kearifan local (local wisdom) dalam sistem pemerintahan, karena titik berat sistem pemerintahan desentralisasi di Indonesia ialah bagaimana daerah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai rumah tangga sendiri dengan perkataan lain, kehidupan Kemasyarakatan Indonesia di kembangkan melalui tingkat lokal, yakni melaui pembangunan dan pengembangan Daerah-daerah Tingkat II.  Kemudian kewenangan tersebut berujung pada lahirnya beberapa Undang-Undang yang mengatur tentang otonomi daerah, misalnya diantaranya:


1

2

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1Tahun 1957, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Thaun 2004.      
Dalam bidang pemerintahanpun muncul istilah-istilah, seperti, istilah anggaran partisipatif,  ini bukanlah sesuatu yang baru dalam bidang politik, karena istilah ini merupakan proyek demokrasi yang menjelma dalam kebijakan desentralisasi atau lebih khususnya bidang otonomi daerah (Salahudin, 2012).  Sehinggabudaya (tradisi) dan politik jelas tidak pernah bisa terpisahkan dalam tataran kehidupan manusia. Karena memang kedua unsur tersebut merupakan kebulatan yang sudah tersusun dalam sebuah sistem yang saling terangkai antara satu sama lain. Ketika budaya (tradisi) itu di artikan dalam bahasa latin sebagai “colere” yang berarti pemeliharaan dan pengolahan  (Soerjono Soekanto, 1990), maka politik sebagai subjek dari budaya (tradisi) itu sendiri. Walaupun dalam konteks kenegaraan politik selalu di pandang sebagai sebuah metode bagaimana memperoleh dan mempertahankan legitimasi kekuasaan (authority), yang cenderung menuju kediktatoran (Niccollo Macchievelli (1513), dalam Imam Hijadat, 2009), namun demikian ketika politik di jalankan dengan kebijaksanaan (wisdom) sebagai cerminan budaya (tradisi) lokal, mungkin pandangan tersebut akan beralih pada nilai-nilai politik yang sebenarnya yaitu tingkah laku yang menjadi sistem: budaya, keuasaan dan,kebijakan serta kebijaksanaan –kebijaksanaan (wisdom).



3

1.2 Rumusan Masalah
            Dari latar belakang di atas dapat di ketahui bahwa kewenangan lebih yang dilimpahkan pemerintah pusat (konsentratif) kepada pemerintahan daerah melaui sistem desentralisasi (dekonsentratif) yang berujung pada kebijakan otonomi daerah  ditambah dengan penguatan local wisdom (pemberdayaan kearifan lokal) serta pergerakan politik dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijkan pemerintah Daerah Bima Nusa Tengggara Barat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai :
1.      Bagaimana pengaruh politik terhadap kearifan lokal (local wisdom) dalam pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan pemerintah Daerah Bima Nusa Tenggara Barat ?
2.      Bagaimana strategi-strategi pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Bima Nusa Tenggara Barat dalam dunia politik ? 
1.3 Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan dari penelitian ini ialah :
1.      Untuk mengetahui pengaruh politik terhadap kearifan lokal (local wisdom) dalam pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Bima Nusa Tenggara Barat.
2.      Untuk mengetahui strategi-strategi pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Bima Nusa Tenggara Barat.



4

1.4 Manfaat Penelitian
a.   Manfaat Bagi Universitas
     Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat untuk Universitas Muhammadiyah Malang, khususnya di Jurusan Ilmu Pemerintahan serta dapat memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pemberdayaan kearifan lokal (local wisdom) dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan lebih lanjut.
b.   Manfaat Bagi Masyarakat
            Kemudian penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi tentang arti penting dan manfaat dari adanya politik  dan pemerintahan yang baik (good governance) melalui pemahaman tentang kearifan lokal itu sendiri demi kesejahteraan masyarakat banyak. 
c.    Manfaat Bagi Peneliti
            Penelitian ini juga di harapakan dapat memberikan pemahaman bagi peneliti sendiri tentang arti penting serta pengaruh nilai-nilai etika lokal yang demokratis dalam proses pembuatan serta pengambilan keputusan, yang mengutamakan asas-asas bermusyawarah. Serta betapa pentingnya partisipasi masyakat dalam APBD demi kemakmuran bersama. Kemudian penelitian ini juga dapat melatih peneliti sebagai Mahasiswa Jurusan Imu Pemerintahan cerdas, yang mensinergikan antara ide dan aksi, karena aksi tanpa ide maka sia-sia jadinya, sebaliknya ide tanpa aksi atau dalam hal ini (Observasi) turun langsung lapangan maka akan sia-sia pula.



5

1.5 Devinisi Istilah
a.      Politik merupakan system kekuasaan pemerintahan yang dijalankan dan dipegang oleh kaum Aristokrat (kaum bijak) yang di pilih lewat keputusan bersama, dan di dalamnya tidak ada kediktatoran (Plato, (427-347 SM).
b.      Desentralisasi adalah proses pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintahan yang lebih rendah serta beberapa pelimpahan wewenang dari pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi (Salahudin, 2012).
c.       Kearifan lokal (local wisdom) merupakan budaya dan tradisi masyarakat lokal yang di tuangkan dalam bentuk aturan yang didalamnya terdapat norma-norma dan  nilai-nilai moral.












BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Devinisi Politik, Desentralisasi, dan Kearifan Lokal (local wisdom)
            Dilihat dari sisi etimologi, kata politk berasal dari bahasa Yunani, yakni polis yang berarti kota yang berstatus negara kota (city state). Segala aktifitas yang dijalankan polis untuk kelestarian dan perkembangannya disebut politike techne (politika). Berdasarkan pengertian di atas, maka secara umum bisa di katakana bahwa poilitik pada hakikatnya the art and science of government atau seni dan ilmu pemerintahan (Imam Hijadat, 2009). Kemudian politik juga diartikan sebagai kegiatan dalam suatu Negara (state) yang berkaitan dengan masalah kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan public (public policy), dan alokasi atau distribusi (alloction or distribution) (Miriam Buadiardjo, 2008).
Sesungguhnya konsep utama yang sangat krusial dalam dalam politik adalah kekuasaan  hal ini tidak mengherankan ketika adanya pendapat yang mengatakan politik di anggap identik dengan kekuasaan (Niccolo Macchiavelli, 1514 dalam Imam Hidajat, 2009). Kekuasaan dalam politik sebenarnya merupakan suatu konsep yang sangat di pertentangkan karena merupakan hal yang tidak dapat dicapai suatu konsensus, karena pada umunya, kekuasaan adalah kemampuan seseorang pelaku untuk mempengaruhi perilaku seorang pelaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan. Kemudian definisi serupa juga di rumuskan oleh seseorang ahli kontemporer, Barbara Goodwin, 2003 dalam Miriam Budiardjo, 2008:



6
7

kekuasaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara yang oleh yang bersangkutan tidak akan di pilih, seandainya ia tidak dilibatkan dengan kata lain memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.
Sistem Desentralisasi seperti yang telah disampaikan dimuka merupakan proses pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintahan yang lebih rendah serta beberapa pelimpahan wewenang dari pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi (Salahudin, 2012). Sistem desentralisasi yang telah menjadi pelopor kebijakan di pemerintahan Indonesia sekarang adalah sistem desentralisasi social kerakyatan (societal, komunal) fungsional, tidak lagi sistem desentralisasi teritorial atau dengan kata lain bahwa sistem desentralisasi yang di anut sekarang adalah bagaimana masyarakat yang terbentuk dalam sebuah kesatuan hukum ( bukan kesatuan wilayah hukum)” yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Slamet Prajudi Atmosudirdjo, 1989). Dengan perkataan lain lagi, kehidupan Kemasyarakatan Indonesia di kembangkan pada tingkat lokal, yakni melalui pembangunan dan pengembangan Daerah-daerah Tingkat II.
Pada teori-teori administrasi Negara pada Tingkat Kabupaten yang telah di paparkan di muka pada dasarnya merupakan prinsip dari nilai-nilai desentralisasi itu sendiri atau kita sebut saja sebagai Otonomi Daerah yang dimana sesuai dengan Pasal II, Undang-undang nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, “Titik berat Otonomi Daerah di letakkan pada Daerah Tingkat II”.

8

Prinsip-prinsip Otonomi daerah secara jelas hendak mengedepankan cita-cita penegakkan prinsip-prinsip demokrasi, keunggulan lokal keberagaman, prinsip partisipasi masyarakat, desentralisasi administrative maupun politik di tingkat lokal serta berkemampuan mengatasi persoalan riil di lapangan (Medekhan Ali, 2007 dalam Salahudin, 2012).  
Desentralisasi di harapakan dapat menghasilakan dua manfaat nyata, yaitu yang pertama mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan serta hasil-hasil yang tersedia di masing-masing daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap (Mardiasmo, 2004). Desentralisasi juga dianggap sebagai strategi baru dalam pengelolaan anggaran daerah. Strategi ini membawa konsekuensi untuk menerapkan tatakelola pemerintahan yang baik, yang diistilahkan sebagai konsep good governance. Good governance mengharuskan adanya keseimbangan sektor dalam pengelolaan pemerintahan, khususnya pengelolaan keuangan daerah (APBD). Sektor yang dimaksudkan  yakni: pemerintah (state), masyarakat (civil society), dan pengusaha (swasta) Word Bank, 1997 dalam Salahudin, 2012.
Kata Kearifan lokal (local wisdom) pada mulanya di artikan sebagai tradsi, etos (etika) lokal yang baik. Memang seraca harfiahnya istilah kearifan berasal dari kata “arif” yang berarti berpikir bijak, pandai dan cendikia serta di ataptasi dari perspektif agama-agama di Indonesia. Sejalan dengan pendapat Abdurrchman Wahid, 1994 dalam Imam Hidajat,2009, bahwa hubungan Negara dan agama dalam wajah pembangunan masih menunjukan hubungan yang manipulatif.
9

Di satu pihak agama mendorong masyarakat untuk melakukan pembatasan anak demi kesejahteraan dan menjaga stabilitas, tetapi di pihak yang lain peranan agama masih suplementer, sehingga bukan penentu jalannya roda pemerintahan. Akibatnya, nilai-nilai moral termarginalisasi oleh pandangan utilitarianisme, yaitu pandangan yang menganggap apa yang
membawa manfaat di anggap hal yang baik, terlepas apakah bertentangan dengan prinsip , nilai-nilai moral agama. Artinya Kearifan Lokal (local wisdom) lahir karena adanya krisis moral yang terjadi dalam masyarakat Nasional. Sehingga melanjutkan pendapat diatas agar ada usaha pemerintah yang serius dengan langkah yang sistematis untuk menjadikan isu moralitas sebagai basis legitimasi kekuasaan.
Kearifan Lokal  (local wisdom) adalah budaya atau tradisi baik masyarakat yang ada di berbagai daerah. Tiap daerah pasti memiliki kearifan local. Dari sekian banyak kearifan lokal yang dimilki Indonesia, 99% yang menjunjung tinggi moralitas, seperti misalnya di Daerah Bima dan Dompu terdapat kearifan lokal yang menjunjung tinggi moralitas dan nilai-nilai agung, yakni Maja Labo Dahu (Malu dan Takut) (Salahudin 2012). Makna kearifan lokal tersebut ialah sebagai insan manusia harus memiliki perasaan malu dan takut, “Malu dan takut ketika mengambil milik orang lain dan selalu merasa berdosa ketika berada di luar jalan allah SWT”..





10

2.2 Peranan Politik, Desentralisasi, dan Kearifan Lokal
            Pada dasarnya ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, ide-ide atau norma-norma, kepercayaan atau keyakinan, suatu Weltanschauung, yang dimiliki seseorang atau sekelompok
orang atas dasar mana ia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problematika politik yang dihadapinya dan yang menentukan perilaku politiknya. Ideologi politik mencakup pembahasan dan diagnose, serta saran-saran (prescription) mengenai bagaiamana mencapai tujuan ideal itu (Mariam Budiardjo, 2008). Sehingga prinsip ideal dari politik itu sendiri seperti yang telah di sampaikan di muka adalah politic is powe,r (Niccolo Macchiavelli, 1513 dalam Imam Hidajat,  2009).
            Sehinggga dapat dipastikan bahwa politik itu sebagai media untuk mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan. Definisi dan fungsi serta peranan politik terus berkembang seiring perkembangan zaman, pada pemikiran klasik contohnya, menganggap politik sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik, sehingga menurut pandangannya bahwa politik dapat menciptakan kehidupan manusia yang bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangankan bakat, bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. Politik dalam bentuk paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan (Mariam Budiardjo, 2008). Berbeda halnya ketika kita berbicara peranan serta fungsi politik  dalam perspektif modern yang mana menganggap poiltik sebagai proses-proses dalam pemerntahan dan masyarakat yang berintikan aktifitas kompetisi dan kerjasama dalam memupuk dan menggunakan kekuasaan, serta didalamnya terdapat suatu sistem yang absolute atau mutlak (kediktatoran), dan satu-satunya jalan untuk
11

mencapai suatu sistem kekuasaan tersebut dengan cara melaksanakan revolusi (M. Hutauruk dalam Imam Hidajat, 2009).  
Desentralisasi secara umum mempunyai perananan penting dalam perkembangan pembangunan daerah. Seperti yang telah di jelaskan di atas bahwa sistem desentralisasi idealnya sebagai proses perencanaan program dan penganggaran pembangunan yang dimana masyarakat dapat berpartisipasi langsung dalam penyusunan APDB daerahnya sendiri. Karena untuk mencapai tujuan utama dalam sistem desentralisasi tergantung kepada partisipasi masyarakat dalam proses perncanaan program dan pengangaran pembangunan (Salahudin, 2012). Sehingga dapat analisa dengan jelas bahwa sistem desentrlisasi ini sebagai sebuah paradigm pengelolaan anggaran daerah, dari pengelolaan yang mengedepankan sistem top-down menuju pengelolaan bottom-up. Hal ini menggambarkan adanya kinginan kuat untuk memposisikan masyarakat sebagai subjek dan objek kebijakan anggaran (APBD). Esensi dari desentralisasi adalah terwujudnya efektitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah untuk masyarakat (pelayanan
publik). D.Juliantara, 2006 dalam Salahudin (2012) menguraikan beberapa hal penting berkaitan dengan desntralisasi kerakyatan, seperti berikut ini:
1.      Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu kepada kepentingan publik (public oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik , tetapi juga terlihat pada besarnya perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah.
2.    Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umunya dan anggaran daerah pada khusunya.
12

3.    Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran  para partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KHD, Sekda dan perangkat daerah lainnya.
4.    Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi, dan penglolaan uang daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas.
5.    Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KHD, dan PNS Daerah, baik ratio maupun dasar pertimbangannya.
6.    Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan anggaran multi tahunan.
7.    Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional   
8.    Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah, laporan keuangan, peran DPRD dan akuntanpublik dalam pengawasan, pemberian opini dan ranting kinerja anggaran, dan trasparansi informasi anggaran publik.
9.    Aspek pembinaan dan pengawasan meliputi batasan dan pembinaan peran asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintahan daerah.
10.Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebaluasan informasi sehingga memudahkan pelaporan dan pengenadalian, serta mempermudah mendapatkan informasi.

13

Kemudian Kearifan lokal secara umum di jadikan sebagai sebuah slogan dalam suatu daerah tertentu untuk memperkokoh nilai-nilai serta norma-norma yang telah ada. Seperti yang telah disampaikan di muka kearifan lokal merupakan sifat kebijaksanaan yang memang sudah ada dan tertanam dalam bilik hati setiap manusia sejak ia masih dalam kandungan. Kebijaksanaan meliputi sifat wibawa manusia yang lahir dari rasa kasih sayang terhadap orang lain serta rasa memiliki yang begitu besar. Misalnya seperti istilah kebijaksanaan dalam pemerintah artinya penguasa atau pejabat pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan harus bersikap bijaksana dimana satiap kebijakan harus memihak kepada masyarakat. Tidak ada tendensi individu maupun politik dalam pngambilan keputusan serta kebijakan pemerintah. 














BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat
            Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal yang tidak di tentukan dan bertempat di Kantor Pemerintah Daerah Bima Nusa Tenggara Barat.

3.2 Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dan survei. Metode eksperimen adalah pengujian hipotesa untuk mengetahui hubungan sebab akibat, penelitian yang pelaksanaanya memerlukan konsep dan variabel yang jelas dan cermat dalam proses (Observasi) langsung lapangan. Sedangkan metode survei menurut Adianshari (2012) dalam Wahyuningtyas (2006),  metode survei yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan pengumpulan dan penyusunan data, analisa dan interpretasi yang bertujuan membuat deskripsi tentang penelitian pada saat kegiatan berlangsung dan teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi secara langsung dilapangan. Menurut Marzuki (1983) dalam Wahyuningtyas (2006), Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang diselidiki.





14

15

3.3 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah Pendekatan Penelitian Kualitatif. Dalam pelaksanaanya, peneliti tidak mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan yang dibangun didasarkan pada saling kepercayaan. Dalam praktiknya, peneliti melakukan hubungan dengan yang diteliti secara intensif. (Jonathan, 2009).
 Pendekatan Kualitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variable masing-masing dan pemahaman dari luar (outward). Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian. Maka Pendekatan Kualitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek-aspek kecenderungan, non perhitungan numerik, situasional deskriptif, interview mendalam,analisis isi, bola salju dan story (Lucas, 2009).

3.4  Teknik Pengambilan Data
3.4.1    Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer ini dapat diperoleh langsung dari pencatatan hasil observasi, wawancara dan partisipasi aktif (Marzuki, 1991) dalam Haryanto (2007).

16

Data primer dalam penelitian ini meliputi:
    1. Pembuatan Keputusan
    2. Kebijakan
    3. Kearifan Lokal

3.4.2        Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah diolah oleh pihak lain (Adianshari, 2012) dalam Haryanto (2007). Atau data yang diperoleh secara tidak langsung, melainkan berasal dari orang kedua. Data sekunder diperoleh melalui pencatatan data dari bahan bacaan dan instansi yang terkait. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi:
    1. Pengaruh Politik
    2. Dokumen lain yang berhubungan dengan kebijakan serta pembuatan keputusan

3.5          Penentuan Stasiun Pengamatan

Penentuan stasiun dan lokasi pengambilan data diawali dengan wawancara untuk mengetahui keadaan dan lokasi lapang secara umum, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan pembuatan denah stasiun pengamatan. Adapun denah penelitian dapat dilihat pada gambar 5. berikut.




17


Pemukiman
Kantor Camat

Kantor Pemda
  
Gambar 5. Denah penelitian
Keterangan:
Ø Pemukiman dalam hal ini rumah penduduk merupakan Objek pertama sebagai media untuk menggali informasi mengenai partispasi kebijakan.
Ø  Kantor Camat merupakan miniature Pemerintah Daerah dalam lingkup Kecamatan yang berdekatan dengan pemukiman penduduk.
Ø Kantor Pemerintah Daerah Bima yang terletak di antara  Pemukiman Penduduk, yang jaraknya sekitar 45 KM dari Kantor Camat.




DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Hidajat, Imam. 2009. Teori-teori Politik. Setara Press. Malang.
Salahudin. 2012. Korupsi Demokrasi dan Pembangunan Daerah. Lembaga Anti Korupsi Pro Otonomi Daerah Bima, Dompu, Sumbawa (LAPINDA BIDOS) NTB Bekerjasama dengan Buku Litera. Yogyakarta.    tanggal 11 juni 2012.

YANG MAW AMBIL LENGKAP HUBUNGI. haeriltherminator@facebook.com.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar