PENGARUH POLITIK, DESENTRALISASI DAN KEARIFAN
LOKAL (LOCAL WISDOM) TERHADAP PROSES
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KEBIJAKAN PEMERITAH DAERAH BIMA NUSA TENGGARA
BARAT
Di ajukan untuk memenuhi
tugas akhir mata kuliah
Bahasa Indonesia Ilmiah
Dosen Pembimbing:
Nur Anisa Ikawati, M.Pd
Oleh:
HAERIL
201110050311032
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MALANG
2012
BAB 1
PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
adalah Negara yang kaya akan budaya (tradisi). Kata “kebudayaan” berasal
dari (bahasa sansekerta) buddhayah
yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan di artikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau
akal”. Soerjono Soekanto (1990), mengatakan dengan budaya (tradisi) yang
dimilikinya masyarakat dapat mewujudkan segala kaidah-kaidah, norma-norma dan
nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan
pada umumnya dan kebijakan di pemerintahan khususnya.
Kemudian nilai-nilai tradisi lokal tersebut di adaptasi dalam konstitusi
nasional, itu terbukti ketika adanya aturan mengenai desentralisasi yang
memberikan kewenangan lebih kepada pemerintah daerah untuk mengatur
pemerintahannya sendiri, termasuk mengembangkan nilai-nilai kearifan local
(local wisdom) dalam sistem pemerintahan, karena titik berat sistem
pemerintahan desentralisasi di Indonesia ialah bagaimana daerah sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai rumah tangga sendiri dengan perkataan lain,
kehidupan Kemasyarakatan Indonesia di kembangkan melalui tingkat lokal,
yakni melaui pembangunan dan pengembangan Daerah-daerah Tingkat II. Kemudian kewenangan tersebut berujung pada
lahirnya beberapa Undang-Undang yang mengatur tentang otonomi daerah, misalnya
diantaranya:
1
2
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948,
Undang-Undang Nomor 1Tahun 1957, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999,
Undang-Undang Nomor 32 Thaun 2004.
Dalam bidang pemerintahanpun muncul istilah-istilah,
seperti, istilah anggaran partisipatif,
ini bukanlah sesuatu yang baru dalam bidang politik, karena istilah ini
merupakan proyek demokrasi yang menjelma dalam kebijakan desentralisasi atau
lebih khususnya bidang otonomi daerah (Salahudin,
2012). Sehinggabudaya (tradisi) dan
politik jelas tidak pernah bisa terpisahkan dalam tataran kehidupan manusia. Karena
memang kedua unsur tersebut merupakan kebulatan yang sudah tersusun dalam
sebuah sistem yang saling terangkai antara satu sama lain. Ketika budaya (tradisi)
itu di artikan dalam bahasa latin sebagai “colere” yang berarti pemeliharaan
dan pengolahan (Soerjono Soekanto, 1990), maka politik sebagai subjek dari budaya (tradisi)
itu sendiri. Walaupun dalam konteks kenegaraan politik selalu di pandang
sebagai sebuah metode bagaimana memperoleh dan mempertahankan legitimasi
kekuasaan (authority), yang cenderung menuju kediktatoran (Niccollo
Macchievelli (1513), dalam Imam Hijadat,
2009), namun demikian ketika politik di jalankan dengan kebijaksanaan
(wisdom) sebagai cerminan budaya (tradisi) lokal, mungkin pandangan tersebut
akan beralih pada nilai-nilai politik yang sebenarnya yaitu tingkah laku yang
menjadi sistem: budaya, keuasaan dan,kebijakan serta kebijaksanaan –kebijaksanaan
(wisdom).
3
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di ketahui
bahwa kewenangan lebih yang dilimpahkan pemerintah pusat (konsentratif) kepada
pemerintahan daerah melaui sistem desentralisasi (dekonsentratif) yang berujung
pada kebijakan otonomi daerah ditambah
dengan penguatan local wisdom
(pemberdayaan kearifan lokal) serta pergerakan politik dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijkan pemerintah Daerah Bima Nusa
Tengggara Barat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai :
1.
Bagaimana pengaruh politik terhadap kearifan lokal (local wisdom) dalam pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan
pemerintah Daerah Bima Nusa Tenggara Barat ?
2.
Bagaimana strategi-strategi pengambilan keputusan dan
kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Bima Nusa Tenggara Barat dalam dunia
politik ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah
:
1.
Untuk mengetahui pengaruh politik terhadap kearifan lokal (local wisdom) dalam pengambilan
keputusan dan kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Bima Nusa Tenggara Barat.
2.
Untuk mengetahui strategi-strategi pengambilan keputusan dan
kebijakan-kebijakan Pemerintah Daerah Bima Nusa Tenggara Barat.
4
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Bagi Universitas
Penelitian ini
di harapkan dapat memberikan manfaat untuk Universitas Muhammadiyah Malang,
khususnya di Jurusan Ilmu Pemerintahan serta dapat memberikan sumbangsih
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pemberdayaan
kearifan lokal (local wisdom) dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk
pengembangan lebih lanjut.
b.
Manfaat Bagi Masyarakat
Kemudian penelitian ini juga
diharapkan mampu memberikan informasi tentang arti penting dan manfaat dari adanya
politik dan pemerintahan yang baik (good
governance) melalui pemahaman tentang kearifan lokal itu sendiri demi
kesejahteraan masyarakat banyak.
c. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian
ini juga di harapakan dapat memberikan pemahaman bagi peneliti sendiri tentang
arti penting serta pengaruh nilai-nilai etika lokal yang demokratis dalam
proses pembuatan serta pengambilan keputusan, yang mengutamakan asas-asas
bermusyawarah. Serta betapa pentingnya partisipasi masyakat dalam APBD demi
kemakmuran bersama. Kemudian penelitian ini juga dapat melatih peneliti sebagai
Mahasiswa Jurusan Imu Pemerintahan cerdas, yang mensinergikan antara ide dan
aksi, karena aksi tanpa ide maka sia-sia jadinya, sebaliknya ide tanpa aksi
atau dalam hal ini (Observasi) turun langsung lapangan maka akan sia-sia pula.
5
1.5 Devinisi Istilah
a.
Politik merupakan system kekuasaan pemerintahan yang
dijalankan dan dipegang oleh kaum Aristokrat (kaum bijak) yang di pilih lewat
keputusan bersama, dan di dalamnya tidak ada kediktatoran (Plato, (427-347 SM).
b. Desentralisasi adalah proses pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintahan
yang lebih rendah serta beberapa pelimpahan wewenang dari pemerintahan ke pihak
swasta dalam bentuk privatisasi (Salahudin, 2012).
c. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan budaya dan tradisi masyarakat
lokal yang di tuangkan dalam bentuk aturan yang didalamnya terdapat norma-norma
dan nilai-nilai moral.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Devinisi Politik, Desentralisasi, dan
Kearifan Lokal (local wisdom)
Dilihat dari sisi etimologi, kata
politk berasal dari bahasa Yunani, yakni polis
yang berarti kota yang berstatus negara kota (city state). Segala aktifitas yang dijalankan polis untuk kelestarian dan perkembangannya disebut politike techne (politika). Berdasarkan
pengertian di atas, maka secara umum bisa di katakana bahwa poilitik pada
hakikatnya the art and science of
government atau seni dan ilmu pemerintahan (Imam Hijadat, 2009). Kemudian politik juga diartikan sebagai
kegiatan dalam suatu Negara (state)
yang berkaitan dengan masalah kekuasaan (power),
pengambilan keputusan (decision making), kebijakan public (public policy), dan alokasi atau distribusi (alloction or distribution) (Miriam Buadiardjo, 2008).
Sesungguhnya konsep utama yang sangat krusial dalam dalam
politik adalah kekuasaan hal ini tidak
mengherankan ketika adanya pendapat yang mengatakan politik di anggap identik
dengan kekuasaan (Niccolo Macchiavelli, 1514 dalam Imam Hidajat, 2009). Kekuasaan dalam politik sebenarnya
merupakan suatu konsep yang sangat di pertentangkan karena merupakan hal yang
tidak dapat dicapai suatu konsensus, karena pada umunya, kekuasaan adalah
kemampuan seseorang pelaku untuk mempengaruhi perilaku seorang pelaku lain,
sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai
kekuasaan. Kemudian definisi serupa juga di rumuskan oleh seseorang ahli
kontemporer, Barbara Goodwin, 2003 dalam Miriam Budiardjo, 2008:
6
7
kekuasaan adalah kemampuan untuk
mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara yang oleh yang bersangkutan tidak
akan di pilih, seandainya ia tidak dilibatkan dengan kata lain memaksa
seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.
Sistem Desentralisasi seperti yang telah disampaikan
dimuka merupakan proses pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke
pemerintahan yang lebih rendah serta beberapa pelimpahan wewenang dari
pemerintahan ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi (Salahudin, 2012). Sistem
desentralisasi yang telah menjadi pelopor kebijakan di pemerintahan Indonesia
sekarang adalah sistem desentralisasi
social kerakyatan (societal, komunal) fungsional, tidak lagi sistem
desentralisasi teritorial atau dengan kata lain bahwa sistem desentralisasi
yang di anut sekarang adalah bagaimana masyarakat yang terbentuk dalam sebuah
kesatuan hukum ( bukan kesatuan
wilayah hukum)” yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang
dan berkewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Slamet
Prajudi Atmosudirdjo, 1989). Dengan perkataan lain lagi, kehidupan
Kemasyarakatan Indonesia di kembangkan pada tingkat lokal, yakni melalui
pembangunan dan pengembangan Daerah-daerah Tingkat II.
Pada teori-teori administrasi Negara pada Tingkat
Kabupaten yang telah di paparkan di muka pada dasarnya merupakan prinsip dari
nilai-nilai desentralisasi itu sendiri atau kita sebut saja sebagai Otonomi
Daerah yang dimana sesuai dengan Pasal II, Undang-undang nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, “Titik berat Otonomi Daerah di
letakkan pada Daerah Tingkat II”.
8
Prinsip-prinsip Otonomi daerah secara jelas hendak
mengedepankan cita-cita penegakkan prinsip-prinsip demokrasi, keunggulan lokal
keberagaman, prinsip partisipasi masyarakat, desentralisasi administrative
maupun politik di tingkat lokal serta berkemampuan mengatasi persoalan riil di
lapangan (Medekhan Ali, 2007 dalam
Salahudin, 2012).
Desentralisasi di harapakan dapat menghasilakan dua
manfaat nyata, yaitu yang pertama mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa
dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan serta
hasil-hasil yang tersedia di masing-masing daerah. Kedua, memperbaiki alokasi
sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke
tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling
lengkap (Mardiasmo, 2004). Desentralisasi juga dianggap sebagai strategi baru
dalam pengelolaan anggaran daerah. Strategi ini membawa konsekuensi untuk
menerapkan tatakelola pemerintahan yang baik, yang diistilahkan sebagai konsep good governance. Good governance
mengharuskan adanya keseimbangan sektor dalam pengelolaan pemerintahan,
khususnya pengelolaan keuangan daerah (APBD). Sektor yang dimaksudkan yakni: pemerintah (state), masyarakat (civil
society), dan pengusaha (swasta) Word
Bank, 1997 dalam Salahudin, 2012.
Kata Kearifan lokal (local wisdom) pada mulanya di
artikan sebagai tradsi, etos (etika) lokal yang baik. Memang seraca harfiahnya
istilah kearifan berasal dari kata “arif”
yang berarti berpikir bijak, pandai dan cendikia serta di ataptasi dari
perspektif agama-agama di Indonesia. Sejalan dengan pendapat Abdurrchman Wahid,
1994 dalam Imam Hidajat,2009, bahwa hubungan Negara dan agama dalam wajah
pembangunan masih menunjukan hubungan yang manipulatif.
9
Di satu pihak agama mendorong masyarakat untuk melakukan
pembatasan anak demi kesejahteraan dan menjaga stabilitas, tetapi di pihak yang
lain peranan agama masih suplementer, sehingga bukan penentu jalannya roda
pemerintahan. Akibatnya, nilai-nilai moral termarginalisasi oleh pandangan utilitarianisme,
yaitu pandangan yang menganggap apa yang
membawa
manfaat di anggap hal yang baik, terlepas apakah bertentangan dengan prinsip ,
nilai-nilai moral agama. Artinya Kearifan Lokal (local wisdom) lahir karena adanya
krisis moral yang terjadi dalam masyarakat Nasional. Sehingga melanjutkan
pendapat diatas agar ada usaha pemerintah yang serius dengan langkah yang
sistematis untuk menjadikan isu moralitas sebagai basis legitimasi kekuasaan.
Kearifan Lokal
(local wisdom) adalah budaya atau tradisi baik masyarakat yang ada di
berbagai daerah. Tiap daerah pasti memiliki kearifan local. Dari sekian banyak
kearifan lokal yang dimilki Indonesia, 99% yang menjunjung tinggi moralitas,
seperti misalnya di Daerah Bima dan Dompu terdapat kearifan lokal yang
menjunjung tinggi moralitas dan nilai-nilai agung, yakni Maja Labo Dahu (Malu dan
Takut) (Salahudin 2012). Makna kearifan lokal tersebut ialah sebagai insan
manusia harus memiliki perasaan malu dan takut, “Malu dan takut ketika mengambil milik orang lain dan selalu merasa
berdosa ketika berada di luar jalan allah SWT”..
10
2.2 Peranan Politik, Desentralisasi, dan
Kearifan Lokal
Pada dasarnya ideologi politik adalah
himpunan nilai-nilai, ide-ide atau norma-norma, kepercayaan atau keyakinan,
suatu Weltanschauung, yang dimiliki
seseorang atau sekelompok
orang atas dasar mana ia menentukan sikapnya terhadap
kejadian dan problematika politik yang dihadapinya dan yang menentukan perilaku
politiknya. Ideologi politik mencakup pembahasan dan diagnose, serta
saran-saran (prescription) mengenai bagaiamana mencapai tujuan ideal itu
(Mariam Budiardjo, 2008). Sehingga prinsip ideal dari politik itu sendiri
seperti yang telah di sampaikan di muka adalah politic is powe,r (Niccolo Macchiavelli, 1513 dalam Imam Hidajat, 2009).
Sehinggga dapat
dipastikan bahwa politik itu sebagai media untuk mendapatkan serta
mempertahankan kekuasaan. Definisi dan fungsi serta peranan politik terus
berkembang seiring perkembangan zaman, pada pemikiran klasik contohnya,
menganggap politik sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik, sehingga menurut
pandangannya bahwa politik dapat menciptakan kehidupan manusia yang bahagia
karena memiliki peluang untuk mengembangankan bakat, bergaul dengan rasa
kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi.
Politik dalam bentuk paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial
yang baik dan berkeadilan (Mariam
Budiardjo, 2008). Berbeda halnya ketika kita berbicara peranan serta fungsi
politik dalam perspektif modern yang
mana menganggap poiltik sebagai proses-proses dalam pemerntahan dan masyarakat
yang berintikan aktifitas kompetisi dan kerjasama dalam memupuk dan menggunakan
kekuasaan, serta didalamnya terdapat suatu sistem yang absolute atau mutlak
(kediktatoran), dan satu-satunya jalan untuk
11
mencapai suatu sistem kekuasaan tersebut dengan cara melaksanakan
revolusi (M. Hutauruk dalam Imam Hidajat, 2009).
Desentralisasi secara umum mempunyai perananan penting
dalam perkembangan pembangunan daerah. Seperti yang telah di jelaskan di atas
bahwa sistem desentralisasi idealnya sebagai proses perencanaan program dan
penganggaran pembangunan yang dimana masyarakat dapat berpartisipasi langsung
dalam penyusunan APDB daerahnya sendiri. Karena untuk mencapai tujuan utama
dalam sistem desentralisasi tergantung kepada partisipasi masyarakat dalam
proses perncanaan program dan pengangaran pembangunan (Salahudin, 2012). Sehingga
dapat analisa dengan jelas bahwa sistem desentrlisasi ini sebagai sebuah
paradigm pengelolaan anggaran daerah, dari pengelolaan yang mengedepankan
sistem top-down menuju pengelolaan bottom-up. Hal ini menggambarkan adanya
kinginan kuat untuk memposisikan masyarakat sebagai subjek dan objek kebijakan
anggaran (APBD). Esensi dari desentralisasi adalah terwujudnya efektitas dan
efisiensi penyelenggaraan pemerintah untuk masyarakat (pelayanan
publik).
D.Juliantara, 2006 dalam Salahudin (2012) menguraikan beberapa hal penting
berkaitan dengan desntralisasi kerakyatan, seperti berikut ini:
1.
Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu kepada kepentingan publik
(public oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi
pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik , tetapi juga terlihat pada
besarnya perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah.
2.
Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umunya dan
anggaran daerah pada khusunya.
12
3.
Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam
pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KHD, Sekda dan perangkat daerah lainnya.
4.
Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi, dan
penglolaan uang daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas.
5.
Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KHD, dan PNS Daerah, baik
ratio maupun dasar pertimbangannya.
6.
Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan
anggaran multi tahunan.
7.
Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih
profesional
8.
Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah, laporan keuangan, peran
DPRD dan akuntanpublik dalam pengawasan, pemberian opini dan ranting kinerja
anggaran, dan trasparansi informasi anggaran publik.
9.
Aspek pembinaan dan pengawasan meliputi batasan dan pembinaan peran
asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat
pemerintahan daerah.
10.Pengembangan sistem informasi keuangan daerah
untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen
pemerintah daerah terhadap penyebaluasan informasi sehingga memudahkan
pelaporan dan pengenadalian, serta mempermudah mendapatkan informasi.
13
Kemudian Kearifan lokal secara umum di jadikan sebagai
sebuah slogan dalam suatu daerah tertentu untuk memperkokoh nilai-nilai serta
norma-norma yang telah ada. Seperti yang telah disampaikan di muka kearifan
lokal merupakan sifat kebijaksanaan yang memang sudah ada dan tertanam dalam
bilik hati setiap manusia sejak ia masih dalam kandungan. Kebijaksanaan
meliputi sifat wibawa manusia yang lahir dari rasa kasih sayang terhadap orang
lain serta rasa memiliki yang begitu besar. Misalnya seperti istilah
kebijaksanaan dalam pemerintah artinya penguasa atau pejabat pemerintah dalam
mengeluarkan kebijakan harus bersikap bijaksana dimana satiap kebijakan harus
memihak kepada masyarakat. Tidak ada tendensi individu maupun politik dalam
pngambilan keputusan serta kebijakan pemerintah.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal
yang tidak di tentukan dan bertempat di Kantor Pemerintah Daerah Bima Nusa
Tenggara Barat.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen dan survei. Metode eksperimen adalah pengujian hipotesa untuk
mengetahui hubungan sebab akibat, penelitian yang pelaksanaanya memerlukan
konsep dan variabel yang jelas dan cermat dalam proses (Observasi) langsung
lapangan. Sedangkan metode survei menurut Adianshari (2012) dalam Wahyuningtyas (2006), metode survei yaitu metode yang dilakukan
dengan mengadakan kegiatan pengumpulan dan penyusunan data, analisa dan
interpretasi yang bertujuan membuat deskripsi tentang penelitian pada saat kegiatan
berlangsung dan teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi secara
langsung dilapangan. Menurut Marzuki (1983) dalam
Wahyuningtyas (2006), Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala yang diselidiki.
14
15
3.3 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah Pendekatan Penelitian Kualitatif. Dalam
pelaksanaanya, peneliti tidak mengambil jarak dengan yang diteliti. Hubungan
yang dibangun didasarkan pada saling kepercayaan. Dalam praktiknya, peneliti
melakukan hubungan dengan yang diteliti secara intensif. (Jonathan, 2009).
Pendekatan Kualitatif mementingkan adanya
variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus
didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variable masing-masing dan
pemahaman dari luar (outward). Reliabilitas dan validitas merupakan
syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua
elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian. Maka Pendekatan Kualitatif ialah pendekatan
yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis
data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek-aspek
kecenderungan, non perhitungan numerik, situasional deskriptif, interview
mendalam,analisis isi, bola salju dan story (Lucas, 2009).
3.4
Teknik Pengambilan Data
3.4.1 Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
sumbernya dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer ini dapat diperoleh
langsung dari pencatatan hasil observasi, wawancara dan partisipasi aktif
(Marzuki, 1991) dalam Haryanto (2007).
16
Data primer dalam penelitian ini
meliputi:
- Pembuatan Keputusan
- Kebijakan
- Kearifan Lokal
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah diolah oleh pihak
lain (Adianshari, 2012) dalam
Haryanto (2007). Atau data yang diperoleh secara tidak langsung, melainkan
berasal dari orang kedua. Data sekunder diperoleh melalui pencatatan data
dari bahan bacaan dan instansi yang terkait. Data sekunder dalam penelitian ini
meliputi:
- Pengaruh Politik
- Dokumen lain yang berhubungan dengan kebijakan serta pembuatan keputusan
3.5 Penentuan Stasiun Pengamatan
Penentuan stasiun dan lokasi pengambilan data diawali
dengan wawancara untuk mengetahui keadaan dan lokasi lapang secara umum,
kemudian dilanjutkan dengan perencanaan pembuatan denah stasiun pengamatan.
Adapun denah penelitian dapat dilihat pada gambar 5. berikut.
17
Pemukiman
|
Kantor
Camat
|
Kantor Pemda
|
Gambar 5. Denah penelitian
Keterangan:
Ø Pemukiman dalam hal ini rumah penduduk
merupakan Objek pertama sebagai media untuk menggali informasi mengenai
partispasi kebijakan.
Ø Kantor
Camat merupakan miniature Pemerintah Daerah dalam lingkup Kecamatan yang
berdekatan dengan pemukiman penduduk.
Ø Kantor Pemerintah Daerah Bima yang terletak
di antara Pemukiman Penduduk, yang
jaraknya sekitar 45 KM dari Kantor
Camat.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Hidajat, Imam. 2009. Teori-teori Politik. Setara Press. Malang.
Salahudin. 2012. Korupsi Demokrasi dan Pembangunan Daerah.
Lembaga Anti Korupsi Pro Otonomi Daerah Bima, Dompu, Sumbawa (LAPINDA BIDOS)
NTB Bekerjasama dengan Buku Litera. Yogyakarta.
tanggal 11 juni 2012.
YANG MAW AMBIL LENGKAP HUBUNGI. haeriltherminator@facebook.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar